PENGERTIAN FRUSTASI DAN DEPRESI
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap individu tidak akan pernah terlepas dari kegiatan komunikasi
intarpersonal dan interpersonal yang mana kedua hal tersebut merupakan sebuah
proses dari adanya persepsi di dalam diri individu tersebut. Dengan demikian,
kedua kegiatan komunikadi tersebut akan menghasilkan dampak pada diri individu
yang melakukan kegiatan komunikasi tersebut. Diantara dari sekian banyak dampak
yang dihasilkan tersebut adalah Frustasi dan depresi. Selanjutnya, makalah ini
akan membahas kedua dampak yang dihasilkan dari komunikasi interpersonal dan
intrapersonal tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Frustasi
1.
Pengertian Frustasi
Frustasi adalah sebagai keadaan dimana seseorang sedang kalut, terlalu banyaknya masalah, tekanan ataupun lainnya, sehingga tidak dapat menyelesaikannya, yang hampir sama dengan stress, akan tetapi tidak bisa disamakan dengan pengertian putus asa. Akan tetapi dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan yang dialami seseorang, ketika keinginanya tidak dapat tercapai atau terganjal untuk dapat terealisasikan atau bisa juga cita-cita atau keinginanya terhalang sehingga tidak dapat terwujud. Dalam hal ini halangan tersebut berasal dari berbagai faktor, seperti dari keterbatasan fisik atau psikis.
2.
Defense Mechanism
(Reaksi mekanistis)
Seseorang yang mengalami frustasi akan bereaksi secara tidak sadar untuk mengurangi tekanan batin yang menimbulkan rasa sakit atau stress. Reaksi itu disebut defense mechanism. Dengan reaksi, ia sebenarnya berusaha mempertahankan harga dirinya dari realita yang ia hadapi. Reaksi mekanistis dapat dibagi menjadi tiga bentuk pokok perilaku dalam upaya penyesuaian, yaitu:
a)
Aggressive Reaction (Reaksi menyerang/menyakiti)
Seseorang yang frustasi bisa melakukan tindak menyerang, baik terhadap objek penghalang penyebab frustasi atau terhadap objek pengganti. Dalam hal ini jika tindakan menyerang berlangsung dalam jangka waktu lama, maka akan mendapat respon yang tidak baik.
b)
Withdrawal reaction (reaksi menghindar)
Reaksi menghindar dibagi menjadi tiga, yaitu:
·
Repression, Represi adalah proses peminggiran dari kesadaran, pikiran maupun perasaan yang menimbulkan kepedihan, rasa malu, atau bersalah.
·
Fantasy, Ketika hasrat terganjal oleh realita, orang itu boleh jadi lari ke dunia khayal yang bisa memuaskan keinginanya yang terhalang.
·
Regression, Di dalam regresi seseorang melarikan diri dari realita yang menyakitkan dan dari tanggung jawab yang diembannya menuju kearah keberadaan masa kanak-kanaknya yang terlindungi. Orang itu kembali ke kebiaan lamanya dalam upaya penyesuaian diri agar terlepas dari kepenatan batinnya seperti ; menangis, mencibirkan bibir seperti yang biasa anak-anak lakukan, atau perilaku yang minta diperhatikan, dan lain-lain yang dulu pernah dikerjakn pada masa kanak-kanak.
c)
Compromise Reactions (Reaksi kompromistis)
Di sini individu harus menyerah kepada suasana yang mengancam atau tidak megenakkan sebagai akibat frustasi, tetapi tanpa harus menyerah total sehingga tujuan yang diimpikan tetap bisa terealisasi. Adapun reaksi yang
muncul dari hal tersebuut adalah:
·
Reaksi agresif
·
Reaksi menghindar atau menarik diri
·
Reaksi mengganti atau kompromistis.
B. Depresi
1.
Pengertian Depresi
Seseorang dikatakan depresi apabila aktifitas fisiknya
menurun, berpikir sangat lamban dan diikuti oleh perubahan suasana hati.
Sesorang yang mengalami depresi memiliki pemikiran yang negatif terhadap
dirinya sendiri, terhadap masa depan, dan ingatan mereka menjadi lemah, serta
kesulitan dalam mengambil keputusan.
Menurut Suryantha Chandra (2002 : 8), depresi adalah
suatu bentuk gangguan suasana hati yang mempengaruhi kepribadian seseorang.
Depresi juga merupakan perasaan sinonim dengan perasaan sedih, murung, kesal,
tidak bahagia dan menderita. Individu umumnya menggunakan istilah depresi untuk
merujuk pada keadaan atau suasana yang melibatkan kesedihan, rasa kesal, tidak
mempunyai harga diri, dan tidak bertenaga. Individu yang menderita depresi
aktifitas fisiknya menurun, berpikir sangat lambat, kepercayaan diri menurun,
semangat dan minat hilang, kelelahan yang sangat, insomnia, atau gangguan fisik
seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, rasa sesak didada, hingga keinginan
untuk bunuh diri (John & James, 1990 : 2).
Salah satu gejala depresi adalah pikiran dan gerakan
motorik yang serba lamban (retardasi psikomotor), fungsi kognitif (aktifitas
mental emosional untuk belajar, mengingat, merencanakan, mencipta, dan
sebagainya) terganggu. Jadi depresi mencakup dua hal kesadaran yaitu menurunnya
aktifitas dan perubahan suasana hati. Perubahan perilaku orang yang depresi
berbeda - beda dari yang ringan sampai pada kesulitan - kesulitan yang mendalam
disertai dengan tangisan, ekspresi kesedihan, tubuh lunglai dan gaya gerak lambat (A.
Supratiknya, 1995 : 67).
Menurut Maramis (1998 : 107), depresi adalah suatu jenis
keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis seperti rasa sedih, rasa
tidak berguna, gagal, kehilangan, putus asa, dan penyesalan yang patologis.
Depresi juga disertai dengan komponen somatik seperti anorexia, konstipasi,
tekanan darah dan nadi menurun. Dengan kondisi yang demikian, depresi dapat
menyebabkan individu tidak mampu lagi berfungsi secara wajar dalam hidupnya.
Depresi pada lanjut usia kemungkinan akan sangat
berkaitan dengan proses penuaan yang terjadi pada diri lanjut usia, pada fase
tersebut sering terjadi perubahan fisik dan mental yang mengarah ke penurunan
fungsi. Proses menjadi tua menghadapkan lanjut usia pada salah satu tugas yang
paling sulit dalam perkembangan hidup manusia. Hurlock (1992 : 387 )
mengemukakan beberapa masalah yang umumnya unik pada lanjut usia, yaitu :
·
Keadaan fisik lemah dan
tidak berdaya, sehingga bergantung pada orang lain.
·
Status ekonominya sangat
terancam, sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbagai perubahan besar
dalam pola hidupnya.
·
Menentukan kondisi fisik
yang sesuai dengan perubahan status ekonominya.
·
Mencari teman untuk
mengganti pasangan yang meninggal atau cacat.
·
Mengembangkan kegiatan
untuk mengisi waktu luang yang semakin bertambah.
·
Belajar untuk memperlakukan
anak – anak yang sudah besar sebagai orang dewasa.
·
Mulai terlibat dalam
kegiatan masyarakat yang secara khusus direncanakan untuk orang dewasa.
·
Mulai merasakan kebahagiaan
dari kegiatan yang sesuai untuk orang berusia lanjut dan memiliki kemampuan
untuk menggantikan kegiatan lama yang berat dengan yang lebih cocok.
·
Menjadi korban atau
dimanfaatkan oleh para penjual obat “buaya darat”, dan kriminalitas karena
tidak sanggup lagi mempertahankan diri.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa depresi pada
lanjut usia adalah suatu keadaan dimana individu mengalami gangguan psikologis
yang berpengaruh terhadap suasana hati, cara berpikir, fungsi tubuh dan
perilakunya, seperti rasa sedih, kehilangan minat dan kegembiraan, insomnia,
putus asa dan merasa tidak berharga. Jadi keadaan depresi dapat diketahui dari
gejala dan tanda yang penting yang mengganggu kewajaran sikap dan tindakan
individu atau menyebabkan kesedihan yang mendalam.
2.
Aspek Depresi
Beck (dalam Nanik Afida dkk, 2000 :181) menjelaskan
depresi memiliki beberapa aspek emosional, kognitif, motivasional, dan fisik.
a)
Aspek yang
dimanifestasikan secara emosional, yaitu :
·
Perasaan kesal atau
patah hati (dejected mood) ; perasaan ini menggambarkan keadaan sedih,
bosan dan kesepian yang dialami individu. Keadaan ini bervariasi dari kesedihan
sesaat hingga kesedihan yang terus - menerus.
·
Perasaan negatif
terhadap diri sendiri ; perasaan ini mungkin berhubungan dengan perasaan
sedih yang dijelaskan di atas, hanya bedanya perasaan ini khusus ditujukan
kepada diri sendiri.
·
Hilangnya rasa puas
; maksudnya ialah kehilangan kepuasan atas apa yang dilakukan. Perasaan ini
dapat terjadi pada setiap kegiatan yang dilakukan termasuk hubungan
psikososial, seperti aktivitas yang menuntut adanya suatu tanggung jawab.
·
Hilangnya keterlibatan
emosional dalam melakukan pekerjaan atau hubungan dengan orang lain ;
keadaan ini biasanya disertai dengan hilangnya kepuasan diatas. Hal ini
dimanifestasikan dalam aktivitas tertentu, kurangnya perhatian atau rasa
keterlibatan emosi terhadap orang lain.
·
Kecenderungan untuk
menangis diluar kemauan ; gejala ini banyak dialami oleh penderita
depresi, khususnya wanita. Bahkan mereka yang tidak pernah menangis selama
bertahun-tahun dapat bercucuran air mata atau merasa ingin menangis tetapi
tidak dapat menangis.
·
Hilangnya respon
terhadap humor ; dalam hal ini penderita tidak kehilangan kemampuan untuk
mempersepsi lelucon, namun kesulitannya terletak pada kemampuan penderita untuk
merespon humor tersebut dengan cara yang wajar. Penderita tidak terhibur,
tertawa atau puas apabila mendengar lelucon.
b) Aspek depresi yang
dimanifestasikan secara kognitif, yaitu :
·
Rendahnya evaluasi diri
; hal ini tampak dari bagaimana penderita memandang dirinya. Biasanya mereka
menganggap rendah ciri - ciri yang sebenarnya penting, seperti kemampuan
prestasi, intelegensi, kesehatan, kekuatan, daya tarik, popularitas, dan sumber
keuangannya.
·
Citra tubuh yang
terdistorsi ; hal ini lebih sering terjadi pada wanita. Mereka merasa
dirinya jelek dan tidak menarik.
·
Harapan yang negatif
; penderita mengharapkan hal - hal yang terburuk dan menolak uasaha terapi yang
dilakukan.
·
Menyalahkan dan
mengkritik diri sendiri ; hal ini muncul dalam bentuk anggapan penderita
bahwa dirinya sebagai penyebab segala kesalahan dan cenderung mengkritik
dirinya untuk segala kekurangannya.
·
Keragu-raguan dalam
mengambil keputusan ; ini merupakan karakteristik depresi yang biasanya
menjengkelkan orang lain ataupun diri penderita. Penderita sulit untuk
mengambil keputusan, memilih alternatif yang ada, dan mengubah keputusan.
c)
Aspek yang dimanifestasikan secara motivasional ; meliputi
pengalaman yang disadari penderita, yaitu tentang usaha, dorongan, dan
keinginan. Ciri utamanya adalah sifat regresif motivasi penderita, penderita
tampaknya menarik diri dari aktifitas yang menuntut adanya suatu tanggung
jawab, inisiatif bertindak atau adanya energi yang kuat.
d)
Aspek depresi yang muncul sebagai gangguan fisik, meliputi
kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, kehilangan libido, dan kelelahan yang
sangat.
Menurut Mendels (dalam Meyer, 1984 : 159) mengatakan
bahwa individu mengalami depresi jika individu mengalami gajala-gejala rasa
sedih, pesimis, membenci diri sendiri, kehilangan energi, kehilangan
konsentrasi, dan kehilangan motivasi. Selain itu individu juga kehilangan nafsu
makan, berat badan menurun, insomnia, kehilangan libido, dan selalu ingin
menghindari orang lain.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa aspek
depresi adalah gejala depresi yang dapat dimanifestasikan secara emosional,
kognitif, motivasional, fisik dan pencernaan, raut wajah sedih, retardasi, dan
agitasi. Gejala yang dimanifestasikan secara emosional terdiri dari perasaan
kesal atau patah hati, perasaan negatif terhadap dirinya, hilangnya rasa puas,
hilangnya keterlibatan emosional,kecenderungan untuk menangis diluar kemauan,
dan hilangnya respon terhadap humor. Sedangkan gejala yang dimanifestasikan
secara kognitif meliputi sikap menyimpang penderita, baik terhadap diri,
pengalaman, dan masa depannya. Gejala yang dimanifestasikan secara motivasional
meliputi pengalaman yang disadari penderita, yaitu tentang usaha, dorongan, dan
keinginan , sedangkan gejala yang muncul sebagai gangguan fisik apabila terjadi
gangguan saraf otonom dan hipotalamus.
3.
Proses Terjadinya Depresi
Dalam kehidupan individu, ada periode - periode kritis
yang berpengaruh terhadap perkembangan individu selanjutnya. Kurangnya
perhatian dan kasih sayang dari figur yang penting bagi individu pada periode
kritis akan mempengaruhi kecenderungan depresi pada masa yang akan datang. Pada
saat individu merespon kembali situasi serupa yaitu kurangnya kasih sayang dan
perhatian, maka individu mempunyai kecenderungan depresi yang lebih tinggi
dibandingkan pada orang yang tidak mengalami keadaan demikian.
Kehidupan manusia ditandai oleh interaksi individu
dengan lingkungannya. Depresi dapat timbul karena beberapa faktor, baik faktor
dari dalam maupun dari luar individu. Menurut Abraham (dalam Meyer, 1984 :
165), keadaan depresi didominasi oleh perasaan kehilangan, rasa bersalah dan
ada perasaan ambivalen antara cinta dan benci. Ambivalensi dari depresi ada
dua, yaitu :
·
Marah dan benci terhadap
objek cinta yang hilang kerena persepsi tentang dirinya yang ditinggalkan atau
ditolak.
·
Rasa bersalah karena
keyakinannya bahwa dirinya telah gagal merespon secara tepat dan sesuai
terhadap objek cinta yang hilang.
Arienti dam Bemporad (dalam Meyer, 1984 : 249),
menyatakan bahwa depresi sering terjadi pada orang yang mengalami kehilangan
anak - anak. Situasi yang menyenangkan akan hilang jika ada kehadiran anggota
keluarga lain seperti adik sehingga perhatian ibu terbagi, karena kematian
orang tua, ditinggalkan oleh orang terdekat dengan individu, dan bisa juga
disebabkan oleh larangan yang mendadak terhadap perilaku anak yang sudah
menetap. Individu akan menyerap gaya
hidup yang ditujukan untuk meraih keberhasilan dalam menyenangkan orang yang
demikian tersebut. Harapan - harapan tersebut seringkali melebihi kemampuan
individu sehingga terjadi kegagalan, individu akan mencela dan menyalahkan diri
sendiri.
Jadi depresi terjadi karena hilangnya objek eksternal
yang bernilai tinggi bagi individu tersebut. Kehilangan didefinisikan sebagai
kehilangan objek cinta utama, yaitu sesorang, sesuatu atau aktifitas.
Depresi menurut teori kognitif disebabkan oleh adanya
bentuk-bentuk pemikiran yang tidak logis. Individu yang depresi cenderung
berpikir dengan cara yang menyimpang dan penyimpangan ini menimbulkan masalah
baru dan memperburuk keadaan yang ada serta meningkatkan perputaran yang
memyebabkan depresi. Hal ini dipertegas oleh Ellis (dalam Meyer, 1984 : 187)
yang mengatakan bahwa cara individu memandang dan berpikir tentang dirinya
sendiri akan menimbulkan gangguan tertentu seperti depresi.
Menurut Ferster ( dalam Meyer, 1984 : 167 ) depresi
dapat timbul karena salah satu daridua proses dibawah ini, yaitu :
·
Perubahan lingkungan
seperti anggota keluarga atau kehilangan pekerjaan dapat membatasi
(reinforcement) yang diterima individu. Individu yang menyandarkan diri pada
satu atau dua reinforcement akan cenderung mudah terserang depresi karena
kurangnya reinforcement.
·
Ditinjau dari perilaku
menghindar, depresi muncul pada saat usaha menghindar di lingkungan menjadi
kuat. Dalam kasus ini depresi timbul karena individu ingin menghindari
kecemasan. Jika individu menarik diri dari stimulus yang menyebabkan kecemasan,
maka akan kehilangan dengan kontak reinforcement sosial, dan akan timbul
depresi.
Dari beberapa uraian diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa depresi terjadi karena individu kehilangan objek eksternal yang bernilai
tinggi bagi individu tersebut. Kehilangan yang dimaksud adalah kehilangan objek
cinta utama, seperti kehilangan pasangan hidup, anak atau teman. Hal ini
menyebabkan individu tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik, sehingga tidak
menutup kemungkinan individu akan mudah mengalami gangguan depresi.
4.
Faktor-faktor yang
Menyebabkan Depresi
Menurut
Birren (1980 : 629) ada beberapa faktor yang menimbulkan depresi, yaitu :
a)
Faktor individu
yang meliputi :
·
Faktor biologis seperti
genetik, proses menua secara biologis, penyakit fisik tertentu.
·
Faktor psikologis seperti
kepribadian, proses menua secara psikologis. Pada kepribadian introvert akan
berusaha mewujudkan tuntutan dari dalam dirinya dan keyakinannya, sedangkan
kepribadian ekstrovert membentuk keseimbangan dirinya dengan menyesuaikan
keinginan - keinginan dari orang lain.
b)
Faktor kejadian - kejadian
hidup yang penting bagi individu
Kehilangan seseorang ataupun sesuatu dapat menimbulkan depresi. Penyakit
fisik juga berhubungan dengan serangan afeksi karena penyakit merupakan ancaman
terhadap daya tahan individu, terhadap kemampuan kerjanya, kemampuan meraih apa
yang diinginkannya dan merupakan ancaman terhadap aktifitas motorik dan
perasaan sejahtera individu.
c)
Faktor lingkungan yang
meliputi faktor sosial, faktor budaya, dan faktor lingkungan fisik.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa faktor
yang menyebabkan depresi, diantaranya adalah proses menua secara biologis,
penyakit fisik, kepribadian, kehilangan orang yang dicintai, dan faktor
lingkungan.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Gejala-gejala yang muncul dari frustasi dan depresi
menggambarkan secara jelas bahwa frustasi dan depresi adalah hasil ari kegiatan
komunikasi intrapersonal dan interpersonal, sehingga individu berada pada titik
ketidaknyamanan ataupun mengalami gangguan secara psikologis. Jika seorang
individu dapat memahami konsep dirinya maka akan sangat meminimalisir adanya
depresi dan frustasi pada dirinya. Dengan demikian kita dapat memahami
bagaimana proses terjadinya frustasi dan depresi serta mengetahui betapa
pentingnya konsep diri.
DAFTAR PUSTAKA
Wade, Carole. Psikologi. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan
Mental. Yogyakarta: Kanisius.
Hardjana, Agus M. 2003. Komunikasi
Interpersonal dan Intrapersonal. Yogyakarta:
Kanisius.
www.ruslahd.blogspot.com/2008/07/tugas-5.html
No comments :
Post a Comment