Blog Berbagi Informasi

Tuesday, 7 January 2014

Tugas Makalah Mata Kuliah Psikologi Komunikasi

No comments :

PENGERTIAN HEDONISME


BAB I

PENDAHULUAN

Manusia sebagai objek psikologi karena menjadi makhluk yang paling unik dengan kepribadian, sikap dan perilakunya masing-masing. Sehingga manusia menjadi bahan kajian yang tidak ada habisnya, sebab selalu berbeda dan kompleks permasalahannya termasuk dalam pemenuhan kebutuhannya. Selain itu manusia juga adalah makhluk social yang tidak bisa hidup sendiri, sehingga mengharuskan mereka untuk menjalin interaksi antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu amat sangat penting adanya komunikasi yang baik antar manusia.

Kondisi kejiwaan atau psikis seorang individu akan berpengaruh terhadap komunikasi yang dibangun dilingkungan sosialnya, termasuk akan menunjukkan kepribadian invidu tersebut dilingkungannya. Salah satu sifat kejiwaan manusia yang tidak terlepas adalah hedonisme yang masih menjadi bahan hangat untuk dibahas. Maka dari itu, makalah ini akan membahas lebih lanjut tentang hedonisme dalam kejiwaan manusia.

BAB II

PEMBAHASAN

1.      Pengertian Hedonisme
Kata Hedonisme berasal dari bahasa Yunani "hedone" yang berarti nikmat, kesenangan. Hedonisme adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa manusia hendaknya hidup sedemikian rupa agar mencapai kenikmatan dan kesenangan.Menurut paham ini, manusia bagaimanapun akan menghindari penderitaan dan hanya mencari kenikmatan dalam hidupnya. Paham hedonisme sudah muncul sejak abad 4 SM oleh Aristippos (433-355SM). Menurutnya tujuan akhir manusia adalah mencapai kesenangan badaniah belaka. Sedangkan Epikuros (341-210 SM) menekankan kesenangan badan dan jiwa sebagai tujuan kehidupan manusia.
Paham hedonisme masih sangat populer hingga saat ini. Banyak orang mencari kesenangan karena banyak tawaran kenikmatan yang menggoda. dimana-mana semakin banyak orang memilih sesuatu yang bersifat instan dan mudah sehingga tidak perlu menempuh sesuatu yang sulit dan memerlukan proses, karena hal itu merupakan penderitaan.
Pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Bagi para penganut paham ini, bersenang-senang, pesta-pora, dan pelesiran merupakan tujuan utama hidup, entah itu menyenangkan bagi orang lain atau tidak.

2.      Macam-macam Hedonisme
Faham hedonisme ini tebagi menjadi 2 bagian, yakni:
1)      Hedonisme psikologis
Faham ini berpandangan bahwa semua tindakan diarahkan untuk mencapai kenikmatan dan menghindari penderitaan. Pandangan ini mendasarkan diri pada teori yang mengatakan bahwa manusia bagaimanapun juga selalu hanya akan mencari kenikmatan dan menghindari perasaan yang tidak enak. Teori ini berbicara mengenai motivasi dasar manusia yang hanya mencari nikmat. Manusia sebenarnya menipu diri sendiri dan mengira tindakannya itu suci.
Dalam psikologi biasanya dibedakan antara tindakan manusia yang didorong oleh motivasi tak sadar, yang biasanya berlangsung secara spontan untuk mempertahankan hidup, dan hal ini tidak bisa direduksi kepada perasaan nikmat atau senang. Instinct untuk mempertahankan hidup merupakan sesuatu yang jauh lebih luas dan mendasar daripada hanya sekedar perasaan nikmat atau senang.

2)      Hedonisme etis
Faham ini berpandangan bahwa semua tindakan ‘harus’ ditujukan kepada kenikmatan dan menghindari penderitaan. Adalah etika yang membuat pencarian kebahagiaan menjadi prinsip yang paling dasar. Manusia hendaknya hidup sedemikian rupa sehingga dia dapat semakin bahagia. Pertimbangan  yang mendasarinya adalah  bahwa kebahagiaan merupakan tujuan pada diri sendiri. Orang yang sudah bahagia tidak memerlukan apa-apa lagi, maka ia harus mencari perasaan-perasaan yang menyenangkan sebanyak mungkin dan menghindari perasaaan yang tidak enak.

3.      Kritik Terhadap Faham Hedonisme
Terhadap pandangan hedonisme ini ada beberapa kritik yang telah dikemukakan, diantaranya:
a)      Kesenangan selalu bersifat parsial dan berhubungan dengan keinginan tertentu yang menuntut pemuasan saat ini dan di sini. Karena itu kesenangan selalu bersifat sementara. Kebahagiaan sebaliknya bersifat menyeluruh dan langgeng. Dalam bahasa Erich Fromm: Kesenangan termasuk kategori having sedangkan kebahagiaan tergolong dalam kategori being.
b)      Dalam argumentasi Hedonisme Etis terjadi loncatan logis. Dari asumsi bahwa manusia selalu mencari kesenangan, ditegaskan pula penyetaraan kesenangan atau rasa nikmat dengan moralitas yang baik. Hal ini tidak perlu terjadi bila Hedonisme Etis membatasi diri pada suatu etika deskriptif. Pada kenyataannya banyak orang bertindak karena didorong oleh kesenangan (taraf das Sein) dan tidak berlangkah lebih lanjut kepada rumusan Etika Normatif (taraf das Sollen).
c)      Hedonisme membangun teorinya yang salah tentang kesenangan: Sesuatu itu baik karena disenangi. Dalam pengertian ini kesenangan semata-mata bersifat subjektif dan bukanlah pantulan subjektif dari sesuatu yang baik secara objektif. Sesuatu tidak menjadi baik karena disenangi, tetapi kita merasa senang karena memperoleh sesuatu yang baik. Kebaikan yang menjadi objek kesenangan ada lebih dahulu dari kesenangan itu sendiri.

BAB III

PENUTUP

1.      Kesimpulan
Hedonisme adalah faham yang muncul dari kondisi kejiwaan manusia dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya, dimana seorang manusia menjadikan kesenangan sebagai tujuan utama hidupnya. Hedonisme juga terbagi menjadi dua, yakni: Hedonisme Psikolgis dan Hedonisme Etis.
Namun pada hakikatnya tidak semua tindakan manusia hedonistis, bahkan banyak orang yang tampaknya merasa bersalah atas kenikmatan-kenikmatan mereka. Dan hal ini menyebabkan mereka mengalami penderitaan. Pandangan Hedonis psikologis ialah bahwa semua manusia dimotivasi oleh pengejaran kenikmatan dan penghindaran penderitaan. Mengejar kenikmatan sebenarnya tidak jelas, sebab ada kalanya orang menderita dalam rangka latihan-latihan atau menyertai apa yang ingin dicapai atau dikejarnya.
Kritik Aristoteles ialah bahwa puncak etika bukan pada kenikmatan, melainkan pada kebahagiaan. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kenikmatan bukan tujuan akhir, melainkan hanya “pelengkap” tindakan. Berbeda dengan John Stuart Mill yang membela Hedonisme melalui jalan terhormat, utilitarisme yaitu membela kenikmatan sebagai kebaikan tertinggi. Suatu tindakan itu baik sejauh ia lebih “berguna” dalam pengertian ini, yaitu sejauh tindakan memaksimalkan kenikmatan dan meninimalkan penderitaan.

DAFTAR PUSTAKA

Windriani, Nilam. Psikologi Populer, Mebangun Hubungan Antar Manusia. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1999. Psikologi Sosial, Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan. Jakarta: Balai Pustaka.
Bertens, K. 1993. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
 

No comments :

Post a Comment