MAKALAH PERANAN PERS DALAM MASYARAKAT
DEMOKRASI
BAB I
PENDAHULUAN
Peranan pers
dalam masyarakat demokrasi. Pers adalah salah satu sarana bagi warga negara
untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat serta memiliki peranan penting dalam
negara demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggung jawab memegang peranan
penting dalam masyarakat demokratis dan merupakan salah satu unsur bagi negara
dan pemerintahan yang demokratis. Menurut Miriam Budiardjo, bahwa salah satu
ciri negara demokrasi adalah memiliki pers yang bebas dan bertanggung jawab.
Sedangkan,
Inti dari demokrasi adalah adanya kesempatan bagi aspirasi dan suara rakyat
(individu) dalam mempengaruhi sebuah keputusan. Dalam Demokrasi juga diperlukan
partisipasi rakyat, yang muncul dari kesadaran politik untuk ikut terlibat dan
andil dalam sistem pemerintahan.Pada berbagai aspek kehidupan di negara ini,
sejatinya masyarakat memiliki hak untuk ikut serta dalam menentukan langkah
kebijakan suatu Negara.
Pers
merupakan pilar demokrasi keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif.
pers sebagai kontrol atas ketiga pilar itu dan melandasi kinerjanya dengan
check and balance. untuk dapat melakukan peranannya perlu dijunjung kebebasan
pers dalam menyampaikan informasi publik secara jujur dan berimbang. disamping
itu pula untuk menegakkan pilar keempat ini, pers juga harus bebas dari
kapitalisme dan politik. pers yang tidak sekedar mendukung kepentingan pemilik
modal dan melanggengkan kekuasaan politik tanpa mempertimbangkan kepentingan
masyarakat yang lebih besar.
Kemungkinan
kebebasan lembaga pers yang terkapitasi oleh kepentingan kapitalisme dan
politik tersebut, mendorong semangat lahirnya citizen journalism. istilah citizen
journalism untuk menjelaskan kegiatan pemrosesan dan penyajian berita oleh
warga masyarakat bukan jurnalis profesional. aktivitas jurnalisme yang
dilakukan oleh warga sebagai wujud aspirasi dan penyampaian pendapat rakyat
inilah yang menjadi latar belakang bahwa citizen journalism sebagai bagian dari
pers merupakan sarana untuk mencapai suatu demokrasi.
Wajah
demokrasi sendiri terlihat pada dua sisi. Pertama, demokrasi sebagai realitas
kehidupan sehari-hari, kedua, demokrasi sebagaimana ia dicitrakan oleh media
informasi. Di satu sisi ada citra, di sisi lain ada realitas. Antara keduanya
sangat mungkin terjadi pembauran, atau malah keterputusan hubungan. Ironisnya
yang terjadi sekarang justru terputusnya hubungan antara citra dan realitas
demokrasi itu sendiri. Istilah yang tepat digunakan adalah simulakrum
demokrasi, yaitu kondisi yang seolah-olah demokrasi padahal sebagai citra ia
telah mengalami deviasi, distorsi, dan bahkan terputus dari realitas yang
sesungguhnya. Distorsi ini biasanya terjadi melalui citraan-citraan sistematis
oleh media massa. Demokrasi bukan lagi realitas yang sebenarnya, ia adalah
kuasa dari pemilik informasi dan penguasa opini publik.
Proses
demokratisasi disebuah negara tidak hanya mengandalkan parlemen, tapi juga ada
media massa, yang mana merupakan sarana komunikasi baik pemerintah dengan
rakyat, maupun rakyat dengan rakyat. Keberadaan media massa ini, baik dalam
kategori cetak maupun elektronik memiliki cakupan yang bermacam-macam, baik
dalam hal isu maupun daya jangkau sirkulasi ataupun siaran.
Akses
informasi melalui media massa ini sejalan dengan asas demokrasi, dimana adanya
tranformasi secara menyeluruh dan terbuka yang mutlak bagi negara yang menganut
paham demokrasi, sehingga ada persebaran informasi yang merata. Namun, pada
pelaksanaannya, banyak faktor yang menghambat proses komunikasi ini, terutama
disebabkan oleh keterbatasan media massa dalam menjangkau lokasi-lokasi
pedalaman.
Keberadaan
radio komunitas adalah salah satu jawaban dari pencarian solusi akan
permasalahan penyebaran akses dan sarana komunikasi yang menjadi perkerjaan
media massa umum. Pada perkembangannya radio komunitas telah banyak membuktikan
peran pentingnya di tengah persoalan pelik akan akses informasi dan komunikasi
juga dalam peran sebagai kontrol sosial dan menjalankan empat fungsi pers
lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
PERANAN PERS
DALAM MASYARAKAT DEMOKRASI
A. Pengertian, Fungsi dan Peran serta Perkembangan Pers di
Indonesia
1.Pengertian
Kemerdekaan Pers, Pers, Perusahaan Pers, Wartawan,Organisasi Pers, Pers
Nasional dan Pers Asing
a. Kemerdekaan pers
Kemerdekaan
pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat danmenjadi unsur yang sangat
penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, hal ini sesuai dengan
pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 yang
menyebutkan “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”, dan pasal 28
E ayat (3) yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebaran berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat.” Selanjutnya pasal 28F berbunyi “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi
danlingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi, dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia. “Berdasarkan pertimbangan di atas, maka Undang -
undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Persditetapkan.
b.
Pengertian pers
Ketentuan umum pasal 1 dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999
tentang Pers menyebutkan: “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi
massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk
tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data grafik maupun
dalam bentuk
lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik,
dan segala jenis saluran yang tersedia
c.
Perusahaan pers
Perusahaan pers
adalah
badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers
meliputi perusahaan media cetak, media elekrronik, dan kantor berita,
serta perusahaan media Iainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan
atau menyalurkan informasi.
d. Wartawan
dan organisasi
Pers/Wartawan
adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Sedangkan
organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
e. Pers
nasional dan pers asing
Pers nasional
adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia. Sedangkan pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan
asing
2. Fungsi dan Peran Pers
a. Fungsi pers
Pers
nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan
kontrol sosial. Disamping itu pers
nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
b. Peran Pers
Pers
nasional melaksanakan peranan sebagai berikut.
1) Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
2)
Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum,
dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan.
3) Mengembangkan
pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.
4) Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum.
5) Memperjuangkan keadilan
dan kebenaran. Pers memegang peranpenting yaitu menanamkan
pengertian kepada rakyat, sekaligus sebagai sarana pengaduan masyarakat tentang
penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan program pembangunan. Oleh karena itu
melalui pemberitaan pers diharapkan
adanya kontrol sosial terhadap penyelenggara negara, bersama-sama
komponen lainnya misalnya LSM
3. Perkembangan Pers di
Indonesiaa.
a. Masa Penjajahan Belanda
Sejak
pertengahan abad ke-8, Belanda sudah memperkenalkan penerbitan surat kabar di
Indonesia. Surat kabar yang pertama kali terbit di Indonesia yaitu pada bulan
Agustus 1744, dengan nama Bataviasche Nouvellesjd. Tujuan penerbitan surat kabar
pada masa itu yaitu untuk sarana pendidikan terutama kepada orang Belanda
sendiri, dan orang-orang
Eropa umumnya, dan untuk orang-orang Indonesia sebagai latihan memperoleh pekerjaan,
terutama di dalam perusahaan penerbitan itu sendiri
b. Masa pergerakan nasional
Pada masa pergerakan nasional bangsa Indonesia mengalami kemajuan. Perjuangan
fisik, diganti dengan perjuangan melalui organisasi yang bersifat modern. Di
samping itu perjuangan melawan Belanda dilakukan juga
melalui pers. Pengaruhnya pejuangan melalui pers sangat besar, bahkan bersifat
internasional, terutama di negeri Belanda dan Eropa.
c. Masa penjajahan Jepang
Sikap pemerintah Jepang lebih keras lagi, dibandingkan Belanda Hal itu dilakukan
baik kepada para pejuang maupun kepada dunia pers.
Semua surat kabar, berita-berita, dan karangan harus melalui sensor di bawah petugas Jepang
dan kantor berita Jepang yang disebut Domei. Banyak pejuang yang bergerak secara
ilegal termasuk dunia pers, agar tidak diketahui oleh bala tentara Jepang.
Namun, ada tiga tugas utama yang tidak boleh dilupakan, yaitu, menggalang
semangat perjuangan kebangsaan dan kemerdekaan, menyumbang bagi pengembangan
bahasa persatuan Indonesia, dan memantapkan pengalaman dan keterampilan di
bidang jurnalistik dan penerbitan pers untuk kepentingan hari depan.
d. Masa kemerdekaan
Berita
proklamasi Republik Indonesia pertama kali disiarkan oleh para wartawan
Indonesia melalui kantor berita jepang, Domei, di
bawah pimpinan Adam Malik.
Salinan teks proklamasi setelah dibacakan lalu diserahkan kepada
Asa Bafagih seorang wartawan muda Antara, untuk diteruskan kepada Pangulu Lubis.
Di kantor Domei, selanjutnya Lubis menyiarkan teks proklamasi tanpa
sepengetahuan petugas senior Jepang. Berita tentang proklamasi juga disiarkan
melalui radio-radio yang waktu itu masih dikuasai tentara Jepang. Tokoh-tokoh
pergerakan yang bekerja di stasiun-stasiun radio, antara lain, I Maladi,
Yusuf Ronodipuro, Sakti Alamsjah, A. Kadarusman, dan Suryodipury. Wartawan maupun
koran-koran tetap setia kepada negara proklamasi, sehingga ketika
itu mendapat tindakan kekerasan dan tentara Sekutu.
Inggris memberedel harian Sinar Deli dan Pewarta Deli yang terbit di
Medan, bahkan tentara Inggris menghancurkan alat-alat cetaknya. Tindakan serupa
dilakukan terhadap Soeloeh Merdeka dan Mimbar Oemoem yang terbit di Medan,
serta Oetoesan Soematra, Merdeka, dan Obor Rakjat yang terbit di
Palembang. Sejak Proklamasi, pengusaha-pengusaha pers golongan Cina, juga
kembali menerbitkan koran-korannya. Di Medan muncul kembali harian-harian
seperti Sin Po dan Keng Po. Di Semarang terbit Sin Mm, dan di Surabaya ada
Java Post. Pada umumnya koran-koran Cina tersebut mencerminkan sikap
hati-hati untuk menghindar bentrokan dengan Belanda dan gerakan-gerakan
separatis dengan pemerintah republik. Tetapi kelompok-kelompok Cina tertentu,
seperti Poh An Tui di Medan, menunjukkan warna pro-Belanda. Misalnya yang
terjadi di Sumatra, cara Belanda menindas pers republik pada saat-saat mereka melancarkan
agresi militernya yaitu dengan menahan para wartawannya.
e. Masa Pemerintahan RIS
Perjanjian
KMB mengubah bentuk negara kesatuan men jadi RIS. Namun umurnya hanya delapan
bulan saja, sebab pada tanggal 17 Agustus 1950 kembali lagi menjadi Negara
Kesatuan RI. Mingguan Pesat terbitan Yogyakarta,
edisi 16 Agustus 1950, memuat sambutan Presiden
Soekarno yang berjudul “Bersatulah Kembali”, yang isinya untuk membangkitkan
jiwa persatuan .f. Masa demokrasi terpimpin
Dunia pers
dibentuk menjadi pers manipol untuk menuju pers sosialis melalui Peraturan
Peperti No. 10 Tahun 1960 dan dilengkapi Surat Presiden Nomor.3569/HKII 960
Tanggal 12 Oktober 1960. Berdasarkan Peraturan Peperti No.10/1960, sejumlah
persyaratan harus dipenuhi sebelum izin terbit dikeluarkan, antara lain
:
1) mendukung dan membela Manipol dan program pemerintah
2) menjadi alat penyebarluasan Manipol dengan tujuan menghapus imperialisme
dan
kolonialisme, liberalisme, federalisme, dan separatisme;
3) membela politik luar
negeri bebas dan aktif serta
mendukung pelaksanaannya, tidak mendukung perang dingin antara dua blok asing serta
tidak menjadi alat perang kedua blok tersebut;
4) memperkuat
keyakinan rakyat Indonesia terhadap prinsip-prinsip dasar, orientasi,
program, dan kepemimpinan revolusi;
5) menyokong setiap langkah untuk menciptakan ketertiban umum, keamanan,
maupun ketenangan situasi politik;
6) meningkatkan
kesadaran terhadap kepribadian Indonesia, umpamanya mencegah
tulisan-tulisan, gambar- gambar, dan lukisan-lukisan yang bersifat sensasi dan
bertentangan dengan perasaan susila;
7) memberikan kritik-kritik yang konstrtuktif terhadap keadaan dan pelaksanaan
kebijakan pemerintah dengan selalu berpedoman pada Manipoli
g. Masa Orde Baru
Pembersihan
terhadap dunia pers dilakukan terhadap surat-surar kabar
dan pemecatan wartawan yang terlibat G-30-S/PKI. Di Jakarta jumlah wartawan yang
dipecat mencapai 165 orang dan di kota lainnya mencapai 208 orang. Isi dan Tap
MPRS Nomor XXXIII MPRI 1966 sebagai berikut.
1) Kebebasan pers
berhubungan erat dengan keharusan adanya pertanggung
jawaban kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kepentingan rakyat dan
keselamatan negara. kelangsungan dan penyelesaian revolusi hingga terwujudnya
tiga kerangka tujuan revolusi, moral dan tata rertib, serta kepribadian bangsa.
2) Kebebasan
pers Indonesia adalah kebebasan untuk menyatakan serta menegakkan kebenaran
dan keadilan. dan bukan kebebasan dalam pengertian liberaIisme
h. Masa reformasi
Pada era
reformasi tersebut, kehidupan pers mendapatkan angin segar, hal ini ditandai
dengan ditetapkannya Undang-undang RI No. 40 Tahun 1999 pada tanggal 23
September 1999. Latar belakang dan pertimbangan
dikeluarkannya Undang-undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 1999 tentang persadalah.
1) Kemerdekaan
pers merupakan kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat
penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
demokratis.
2) Dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Yang demokratis,
kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan
memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki.
3) Pers
nasional sebagaI wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk
opini harus dapat melaksanakan azas, fungsi, hak, kewajiban,
dan peranannya dengan sebaik-baiknya, berdasarkan kemerdekaan
pers yang profesional, sehingga harus mendapat
jaminan perlindungan hukum, serta bebas dan campur tangan dan paksaan
dan manapun.
4) Pers nasional berperan ikut menjaga
ketertiban dunia, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
B. Pers yang Bebas dan Bertanggungjawab
sesuai Kode Etik Jurnalistik dalam Masyarakat Demokrasi di
Indonesia
1. Pers yang
Bebas dan Bertanggung Jawab
Undang-undang
Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers mengatur tentang pers yang bebas dan
bertanggung jawab. Pasal-pasal yang mengatur tentang kebebasan pers antara lain.
a. Kemerdekaan pers Pasal
2 Undang-undang nomor 40 tahun 1999 menyebutkan: “Kemerdekaan persadalah salah.
satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsp-prinsip demokrasi,
keadilan, dan supremasi hukum.
b. Kebebasan memilih organisasi wartawan. Wartawan
bebas memilih organisasi wartawan Hal ini sesuai pasal
7 Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Adapun organisasi
wartawan tersebut, antara lain PWI, KWRI dan AJI.
c. Perlindungan hukum Sesuai pasal 8 dalam undang-undang tentang pers,
dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
d. Hak pendirian perusahaan pers Setiap
warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers. Hal ini
diatur pula dalam pasal 9.
e. Ancaman pidana bagi yang menghambat tugas pers Setiap
orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat
menghambat I atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) dan Ayat
(3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
f. Pertanggungjawaban
pers
Pertanggung
jawaban pers yaitu pertanggung jawaban konstitusional sebagaimana
tercantum pada alinea kedua kalimat kedua
Pembukaan kode etik jurnalistik Wartawan Indonesia yang
menyebutkan “ . ...seluruh wartawan menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan
kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, mematuhi norma - norma profesi
kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila. Pertanggungjawaban
pers lebih lanjut ditegaskan dalam Kode Etik Jurnalistik
Pasal 2
berbunyi : Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana
mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan berita, tulisan, atau gambar yang
dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara.
Pasal 3
berbunyi : Wartawan Indonesia tidak menyiarkan berita, tulisan, atau gambar yang
menyesatkan, memutarbalikkan fakta, bersifat fitnah, cabul, sadis, dan sensasi
berlebihan.
2. Kode Etik
Jurnalistik dalam Masyarakat Demokrasi di Indonesia
Kode etik
jurnalistik disebutkan dalam Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers
pasal 7 ayat (2) : yang berbunyi “Wartawan memiliki dan mentaati kode etik
jurnalistik. Beberapa contoh kode etik jurnalistik sebagai berikut:
a.
Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia (PWI)
Pasal 1
Wartawan
Indonesia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila,
taat kepada UUD negara, bersifat ksatria, menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia dan lingkungannya, mengabdi kepada
kepentingan bangsa dan negara, serta terpercaya dalam mengemban profesinya.
Pasal 2 .
Wartawan
Indonesia dengan penuh rasa tanggungjawab dan bijaksana mempertimbangkan patut
tidaknya berita, tulisan, atau gambar yang dapat membahayakan keselamatan dan
keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menjunjung perasaan agama, kepercayaan. atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi
oleh UU.
Pasal 3
Wartawan
Indonesia tidak menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang menyesatkan,
memutarbalikkan fakta, bersifat fitnah, cabul, sadis, dan sensasi berlebihan,
Pasal 4
Wartawan
Indonesia tidak menerima imbalan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan
berita, tulisan, atau gambar yang dapat menguntungkan atau
merugikan seseorang atau sesuatu pihak.
Pasal 5
Wartawan Indonesia menyajikan data
secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dan kecepatan,
serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini sendiri.
Pasal 6
Wartawan
Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi
dengan tidak menyiarkan berita, tulisan, atau gambar yang merugikan nama baik atau perasaan
susila seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.
Pasal 7
Wartawan
Indonesia dalam memberitakan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum
dan atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah,
prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang.
Pasal 8
Wartawan
Indonesia memberitakan kejahatan susila dengan tidak menyebut nama dan identitas
korban. Penyebutan nama dan identitas pelaku kejahatan yang masih dibawah umur,
dilarang.
Pasal 9
Wartawan
Indonesia menulis judul yang mencerminkan isi berita.
Pasal 10
Wartawan
Indonesia menempuh cara yang sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan berita,
gambar, atau tulisan, dan selalu menyatakan identitasnya kepada
sumber berita.
Pasal 11
Wartawan Indonesia dengan
kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan
yang kemudian ternyata tidak akurat dan memberi kesempatan hak jawab secara proporsional
kepada sumber dan atau objek berita.
Asal 12
Wartawan
Indonesia meneliti kebenaran bahan berita dan memerhatikan kredibilitasdan
kompetensi sumber berita.
Pasal 13
Wartawan
Indonesia tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip berita, tulisan,atau
gambar tanpa menyebut sumbernya.
Pasal 14
Wartawan
Indonesia harus menyebut sumber berita, kecuali atas permintaan
yang bersangkutan untuk tidak disebut nama dan identitasnya sepanjang menyangkut
fakta dan data, bukan opini. Apabila nama dan identitas sumber berita tidak
disebutkan, segala tanggung jawab ada pada wartawan yang bersangkutan.
Pasal 15
Wartawan
Indonesia menghadapi ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan
tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan
sebagai bahan berita, serta atas kesepakatan dengan sumber berita tidak
menyiarkan keterangan off the record.
Pasal l6
Wartawan
Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa penataan Kode Etik Jurnalistik ini terutama
berada pada hati nurani masing-masing.
Pasal 17
Wartawan Indonesia
mengakui bahwa pengawasan dan penaraan sanksi pelanggaran KEJ ini adalah
sepenuhnya hak organisasi dan PWI dan dilaksanakan oleh Dewan
Kehormatan PWI. Tidak satu pihak pusat di luar PWI yang dapat mengambil tindakan
terhadap Wartawan Indonesia dan atau medianya berdasarkan pasal-pasal dalam KEJ
ini.
b. Kode Etik Aliansi Jurnalis Independen
(AJI)
1) Jurnalis menghormati hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar.
2) Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebehasan dan keberimbangan
dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
3) Jurnalis
memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya kesempatan untuk menyuarakan
pendapatnya.
4) Jurnalis
melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernnya
5) Jurnalis
tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
6) Jurnalis
menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
7) Jurnalis
menghormati hak narasumber untuk memberi informasi latar belakang,
off the record, dan embargo
8) Jurnalis
segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
9) Jurnalis
menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial
identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
10)Jurnalis
menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan,
diskriminasi, dalam masalah suku, ras,
bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacar/sakit mental
atau latar belakang sosial lainnya
C.Evaluasi Kebebasan Pers dan Dampak Penyalahgunaan KebebasanMediaMassa
1. Evaluasi
Kebebasan Pers
Menteri
Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia memberikan sambutan pada Kongres
Komite Wartawan Reformasi Indonesia yang dilaksanakan di Monumen Pers Surakarta
23 Agustus 2006. Isi sambutan tersebut merupakan evaluasi tentang kebebasan pers
dan dampak kebebasan media
massa. Reformasi yang bergulir di tahun 1998 menjadi harapan seluruh bangsa Indonesia
untuk memasuki suatu kehidupan yang lebih baik yaitu era
pembaharuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Seiring dengan itu, bangsa
Indonesia mulai menata sistem penyelenggaraan negara dan
memantapkan jalannya pelaksanaan demokrasi yang ditopang dengan kebebasan pers melalui Undang-undang
Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam perjalanannya perubahan itu ternyata
belum sepenuhnya mampu menjawab harapan. Disana-sini masih banyak ditemui
hambatan dan rintangan yang menunjukkan bahwa bangsa kita belum sepenuhnya siap
untuk melakukan perubahan dan ke arah mana perubahan ini akan dibawa. Dengan
perkataan lain dapat dikatakan bahwa semangat perubahan yang terjadi nampaknya
lebih bersifat emosional daripada pertimbangan-pertimbangan rasionalitas.
2. Dampak
Penyalahgunaan Kebebasan Media Massa
Era globalisasi dengan kemajuan alat
komunikasi, terutama kemajuan dibidang media
elektronika misalnya internet, faksimile, handphone, televisi, radio, tape
recorder, mempunyai dampak positif
membawa kemajuan dan kesejahteraan suatu bangsa, selain
juga dapat berdampak negatif membawa ke dunia kemaksiatan, misalnya
narkotika, adensi moral, kekerasan, dan memecah keutuhan bangsa
dan negara. Pengaruh media massa kepada masyarakat, sangat kuat hal ini
karena cepatnya alur informasi yang sampai ada masyarakat. Untuk itu, hendaknya
media massa pandai-pandai menggunakan kebebasan yang telah dimiliki. Dampak
penyalahgunaan kebebasan media massa, antara lain:
a. menimbulkan keguncangan dalam masyarakat. Jika tidak segera ditanggulangi,
maka dapat menimbulkan disintegrasi bangsa;
b. menimbulkan bahaya bagi keselamatan bangsa dan negara;
c. kritik yang tidak sesuai fakta, sensasional, dan tidak bertanggungjawab
akan menimbulkan fitnah
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kebebasan
pers yang sedang kita nikmati sekarang memunculkan hal-hal yang sebelumnya
tidak diperkirakan. Suara-suara dari pihak pemerintah misalnya, telah menanggapinya
dengan bahasanya yang khas; kebebasana pers di Indoesia telah kebablasan!
Sementara dari pihak masyarakat, muncul pula reaksi yang lebih konkret bersifat
fisik.
Barangakali,
kebebasana pers di Indonesia telah mengahasilkan berbagai ekses. Dan hal itu
makin menggejala tampaknya karena iklim kebebasan tersebut tidak dengan sigap
diiringi dengan kelengakapan hukumnya. Bahwa kebebasan pers akan memunculkan
kebablasan, itu sebenarnya merupakan sebuah konsekuensi yang wajar. Yang kemudian
harus diantisipasi adalah bagaimana agar kebablasan tersbeut tidak kemudian
diterima sebagai kewajaran.
Artikel yg menarik, tp apakah ada 'pengetahuan' yg bebas nilai. 'Lam kenal ya :)
ReplyDeleteterima kasih, 'pengetahuan' bebas nilai itu ada, tapi dalam kajian filsafat. jika diterapkan dalam kajian jurnalistik, dikhawatirkan unsur 'bebas nilai' ini malah membuat para pelaku jurnalistik mengenyampingkan nilai2 pada kode etik jurnalistik, dampaknya pelaku jurnalistik akan memberikan informasi secara 'membabi buta'. hal ini terlalu riskan saya rasa. jadi dalam jurnalistik, pengetahuannya boleh saja bebas nilai, tetapi pada praktiknya tetap mengedepankan kode etik jurnalistik, mohon maaf jika jawaban saya tidak mengena, saya jg masih harus banyak belajar lagi,
Deletesalam kenal juga ^_^