Blog Berbagi Informasi

Thursday, 1 May 2014

Makalah Pers

2 comments :


MAKALAH PERANAN PERS DALAM MASYARAKAT DEMOKRASI


BAB I
PENDAHULUAN

Peranan pers dalam masyarakat demokrasi. Pers adalah salah satu sarana bagi warga negara untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat serta memiliki peranan penting dalam negara demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggung jawab memegang peranan penting dalam masyarakat demokratis dan merupakan salah satu unsur bagi negara dan pemerintahan yang demokratis. Menurut Miriam Budiardjo, bahwa salah satu ciri negara demokrasi adalah memiliki pers yang bebas dan bertanggung jawab.


Sedangkan, Inti dari demokrasi adalah adanya kesempatan bagi aspirasi dan suara rakyat (individu) dalam mempengaruhi sebuah keputusan. Dalam Demokrasi juga diperlukan partisipasi rakyat, yang muncul dari kesadaran politik untuk ikut terlibat dan andil dalam sistem pemerintahan.Pada berbagai aspek kehidupan di negara ini, sejatinya masyarakat memiliki hak untuk ikut serta dalam menentukan langkah kebijakan suatu Negara.

Pers merupakan pilar demokrasi keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. pers sebagai kontrol atas ketiga pilar itu dan melandasi kinerjanya dengan check and balance. untuk dapat melakukan peranannya perlu dijunjung kebebasan pers dalam menyampaikan informasi publik secara jujur dan berimbang. disamping itu pula untuk menegakkan pilar keempat ini, pers juga harus bebas dari kapitalisme dan politik. pers yang tidak sekedar mendukung kepentingan pemilik modal dan melanggengkan kekuasaan politik tanpa mempertimbangkan kepentingan masyarakat yang lebih besar.

Kemungkinan kebebasan lembaga pers yang terkapitasi oleh kepentingan kapitalisme dan politik tersebut, mendorong semangat lahirnya citizen journalism. istilah citizen journalism untuk menjelaskan kegiatan pemrosesan dan penyajian berita oleh warga masyarakat bukan jurnalis profesional. aktivitas jurnalisme yang dilakukan oleh warga sebagai wujud aspirasi dan penyampaian pendapat rakyat inilah yang menjadi latar belakang bahwa citizen journalism sebagai bagian dari pers merupakan sarana untuk mencapai suatu demokrasi.

Wajah demokrasi sendiri terlihat pada dua sisi. Pertama, demokrasi sebagai realitas kehidupan sehari-hari, kedua, demokrasi sebagaimana ia dicitrakan oleh media informasi. Di satu sisi ada citra, di sisi lain ada realitas. Antara keduanya sangat mungkin terjadi pembauran, atau malah keterputusan hubungan. Ironisnya yang terjadi sekarang justru terputusnya hubungan antara citra dan realitas demokrasi itu sendiri. Istilah yang tepat digunakan adalah simulakrum demokrasi, yaitu kondisi yang seolah-olah demokrasi padahal sebagai citra ia telah mengalami deviasi, distorsi, dan bahkan terputus dari realitas yang sesungguhnya. Distorsi ini biasanya terjadi melalui citraan-citraan sistematis oleh media massa. Demokrasi bukan lagi realitas yang sebenarnya, ia adalah kuasa dari pemilik informasi dan penguasa opini publik.

Proses demokratisasi disebuah negara tidak hanya mengandalkan parlemen, tapi juga ada media massa, yang mana merupakan sarana komunikasi baik pemerintah dengan rakyat, maupun rakyat dengan rakyat. Keberadaan media massa ini, baik dalam kategori cetak maupun elektronik memiliki cakupan yang bermacam-macam, baik dalam hal isu maupun daya jangkau sirkulasi ataupun siaran.
Akses informasi melalui media massa ini sejalan dengan asas demokrasi, dimana adanya tranformasi secara menyeluruh dan terbuka yang mutlak bagi negara yang menganut paham demokrasi, sehingga ada persebaran informasi yang merata. Namun, pada pelaksanaannya, banyak faktor yang menghambat proses komunikasi ini, terutama disebabkan oleh keterbatasan media massa dalam menjangkau lokasi-lokasi pedalaman.

Keberadaan radio komunitas adalah salah satu jawaban dari pencarian solusi akan permasalahan penyebaran akses dan sarana komunikasi yang menjadi perkerjaan media massa umum. Pada perkembangannya radio komunitas telah banyak membuktikan peran pentingnya di tengah persoalan pelik akan akses informasi dan komunikasi juga dalam peran sebagai kontrol sosial dan menjalankan empat fungsi pers lainnya.


BAB II
PEMBAHASAN

PERANAN PERS DALAM MASYARAKAT DEMOKRASI
A. Pengertian, Fungsi dan Peran serta Perkembangan Pers di Indonesia 
1.Pengertian Kemerdekaan Pers, Pers, Perusahaan Pers, Wartawan,Organisasi Pers, Pers Nasional dan Pers Asing
a. Kemerdekaan pers 
Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat danmenjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, hal ini sesuai dengan pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 yang menyebutkan “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”, dan pasal 28 E ayat (3) yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebaran berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.” Selanjutnya pasal 28F berbunyi “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi danlingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi, dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.  “Berdasarkan pertimbangan di atas, maka Undang - undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Persditetapkan. 

b. Pengertian pers
Ketentuan umum pasal 1 dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebutkan: “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data grafik  maupun  dalam  bentuk  lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia

c. Perusahaan pers
Perusahaan pers  adalah  badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elekrronik, dan kantor berita, serta perusahaan media Iainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau menyalurkan informasi.

d. Wartawan dan organisasi 
Pers/Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Sedangkan organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.

e. Pers nasional dan pers asing
Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia. Sedangkan pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan asing


2. Fungsi dan Peran Pers
a. Fungsi pers
Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan  kontrol sosial.  Disamping  itu  pers  nasional dapat  berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
b. Peran Pers
Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut.
1) Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
2) Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan.
3) Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.
4) Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
5) Memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Pers memegang peranpenting yaitu menanamkan pengertian kepada rakyat, sekaligus sebagai sarana pengaduan masyarakat tentang penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan program pembangunan. Oleh karena itu melalui pemberitaan pers diharapkan adanya kontrol sosial terhadap penyelenggara negara, bersama-sama komponen lainnya misalnya LSM

3. Perkembangan Pers di Indonesiaa.
a. Masa Penjajahan Belanda
Sejak pertengahan abad ke-8, Belanda sudah memperkenalkan penerbitan surat kabar di Indonesia. Surat kabar yang pertama kali terbit di Indonesia yaitu pada bulan Agustus 1744, dengan nama Bataviasche Nouvellesjd. Tujuan penerbitan surat kabar pada masa itu yaitu untuk sarana pendidikan terutama kepada orang Belanda sendiri, dan orang-orang Eropa umumnya, dan untuk orang-orang Indonesia sebagai latihan memperoleh pekerjaan, terutama di dalam perusahaan penerbitan itu sendiri
b. Masa pergerakan nasional
Pada masa pergerakan nasional bangsa Indonesia mengalami kemajuan. Perjuangan fisik, diganti dengan perjuangan melalui organisasi yang bersifat modern. Di samping itu perjuangan melawan Belanda dilakukan juga melalui pers. Pengaruhnya pejuangan melalui pers sangat besar, bahkan bersifat internasional, terutama di negeri Belanda dan Eropa.
c. Masa penjajahan Jepang
Sikap pemerintah Jepang lebih keras lagi, dibandingkan Belanda Hal itu dilakukan baik kepada para pejuang maupun kepada dunia pers. Semua surat kabar, berita-berita, dan karangan harus melalui sensor di bawah petugas Jepang dan kantor berita Jepang yang disebut Domei. Banyak pejuang yang bergerak secara ilegal termasuk dunia pers, agar tidak diketahui oleh bala tentara Jepang. Namun, ada tiga tugas utama yang tidak boleh dilupakan, yaitu, menggalang semangat perjuangan kebangsaan dan kemerdekaan, menyumbang bagi pengembangan bahasa persatuan Indonesia, dan memantapkan pengalaman dan keterampilan di bidang jurnalistik dan penerbitan pers untuk kepentingan hari depan.
d. Masa kemerdekaan
Berita proklamasi Republik Indonesia pertama kali disiarkan oleh para wartawan Indonesia melalui kantor berita jepang, Domei, di bawah  pimpinan Adam Malik.  Salinan teks proklamasi setelah dibacakan lalu diserahkan kepada Asa Bafagih seorang wartawan muda Antara, untuk diteruskan kepada Pangulu Lubis. Di kantor Domei, selanjutnya Lubis menyiarkan teks proklamasi tanpa sepengetahuan petugas senior Jepang. Berita tentang proklamasi juga disiarkan melalui radio-radio yang waktu itu masih dikuasai tentara Jepang. Tokoh-tokoh pergerakan yang bekerja di stasiun-stasiun radio, antara lain, I Maladi, Yusuf Ronodipuro, Sakti Alamsjah, A. Kadarusman, dan Suryodipury. Wartawan maupun koran-koran tetap setia kepada negara proklamasi, sehingga ketika itu mendapat tindakan kekerasan dan tentara  Sekutu.  Inggris memberedel harian Sinar Deli dan Pewarta Deli yang terbit di Medan, bahkan tentara Inggris menghancurkan alat-alat cetaknya. Tindakan serupa dilakukan terhadap Soeloeh Merdeka dan Mimbar Oemoem yang terbit di Medan, serta Oetoesan Soematra, Merdeka, dan Obor Rakjat yang terbit di Palembang. Sejak Proklamasi, pengusaha-pengusaha pers golongan Cina, juga kembali menerbitkan koran-korannya. Di Medan muncul kembali harian-harian seperti Sin Po dan Keng Po. Di Semarang terbit Sin Mm, dan di Surabaya ada Java Post. Pada umumnya koran-koran Cina tersebut mencerminkan sikap hati-hati untuk menghindar bentrokan dengan Belanda dan gerakan-gerakan separatis dengan pemerintah republik. Tetapi kelompok-kelompok Cina tertentu, seperti Poh An Tui di Medan, menunjukkan warna pro-Belanda. Misalnya yang terjadi di Sumatra, cara Belanda menindas pers republik pada saat-saat mereka melancarkan agresi militernya yaitu dengan menahan para wartawannya.
e. Masa Pemerintahan RIS
Perjanjian KMB mengubah bentuk negara kesatuan men jadi RIS. Namun umurnya hanya delapan bulan saja, sebab pada tanggal 17 Agustus 1950 kembali lagi menjadi Negara Kesatuan RI. Mingguan Pesat terbitan Yogyakarta, edisi 16 Agustus 1950, memuat sambutan Presiden Soekarno yang berjudul “Bersatulah Kembali”, yang isinya untuk membangkitkan jiwa persatuan .f. Masa demokrasi terpimpin
Dunia pers dibentuk menjadi pers manipol untuk menuju pers sosialis melalui Peraturan Peperti No. 10 Tahun 1960 dan dilengkapi Surat Presiden Nomor.3569/HKII 960 Tanggal 12 Oktober 1960. Berdasarkan Peraturan Peperti No.10/1960, sejumlah persyaratan harus dipenuhi sebelum izin terbit dikeluarkan, antara lain :
1) mendukung dan membela Manipol dan program pemerintah
2) menjadi alat penyebarluasan Manipol dengan tujuan menghapus imperialisme
dan kolonialisme, liberalisme, federalisme, dan separatisme;
3) membela politik luar negeri bebas dan aktif serta mendukung pelaksanaannya, tidak mendukung perang dingin antara dua blok asing serta tidak menjadi alat perang kedua blok tersebut;
4) memperkuat keyakinan rakyat Indonesia terhadap prinsip-prinsip dasar, orientasi, program, dan kepemimpinan revolusi;
5) menyokong setiap langkah untuk menciptakan ketertiban umum, keamanan, maupun ketenangan situasi politik;
6) meningkatkan kesadaran terhadap kepribadian Indonesia, umpamanya mencegah tulisan-tulisan, gambar- gambar, dan lukisan-lukisan yang bersifat sensasi dan bertentangan dengan perasaan susila;
 7) memberikan kritik-kritik yang konstrtuktif terhadap keadaan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah dengan selalu berpedoman pada Manipoli
g. Masa Orde Baru
Pembersihan terhadap dunia pers dilakukan terhadap surat-surar kabar dan pemecatan wartawan yang terlibat G-30-S/PKI. Di Jakarta jumlah wartawan yang dipecat mencapai 165 orang dan di kota lainnya mencapai 208 orang. Isi dan Tap MPRS Nomor XXXIII MPRI 1966 sebagai berikut.
1) Kebebasan pers  berhubungan erat  dengan keharusan adanya pertanggung jawaban kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kepentingan rakyat dan keselamatan negara. kelangsungan dan penyelesaian revolusi hingga terwujudnya tiga kerangka tujuan revolusi, moral dan tata rertib, serta kepribadian bangsa.
2) Kebebasan pers Indonesia adalah kebebasan untuk menyatakan serta menegakkan kebenaran dan keadilan. dan bukan kebebasan dalam pengertian liberaIisme
h. Masa reformasi
Pada era reformasi tersebut, kehidupan pers mendapatkan angin segar, hal ini ditandai dengan ditetapkannya Undang-undang RI No. 40 Tahun 1999 pada tanggal 23 September 1999. Latar belakang dan pertimbangan dikeluarkannya Undang-undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 1999 tentang persadalah.
1) Kemerdekaan pers merupakan kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.
2) Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki.
3) Pers nasional sebagaI wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan azas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya, berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan perlindungan hukum, serta bebas dan campur tangan dan paksaan dan manapun.
4) Pers nasional berperan ikut menjaga  ketertiban dunia,  perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

B. Pers yang Bebas dan Bertanggungjawab sesuai Kode Etik Jurnalistik dalam Masyarakat Demokrasi di Indonesia 
1. Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab
Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers mengatur tentang pers yang bebas dan bertanggung jawab. Pasal-pasal yang mengatur tentang kebebasan pers antara lain.
a. Kemerdekaan pers Pasal 2 Undang-undang nomor 40 tahun 1999 menyebutkan: “Kemerdekaan persadalah salah. satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsp-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
b. Kebebasan memilih organisasi wartawan. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan Hal ini sesuai pasal 7 Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Adapun organisasi wartawan tersebut, antara lain PWI, KWRI dan AJI.
c. Perlindungan hukum Sesuai pasal 8 dalam undang-undang tentang pers, dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
d. Hak pendirian perusahaan pers Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers. Hal ini diatur pula dalam pasal 9.
e. Ancaman pidana bagi yang menghambat tugas pers Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat I atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) dan Ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
f. Pertanggungjawaban  pers
Pertanggung jawaban pers yaitu pertanggung jawaban konstitusional sebagaimana tercantum  pada alinea  kedua kalimat  kedua  Pembukaan  kode etik jurnalistik Wartawan Indonesia yang menyebutkan “ . ...seluruh wartawan menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, mematuhi norma - norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila. Pertanggungjawaban pers lebih lanjut ditegaskan dalam Kode Etik Jurnalistik 

Pasal 2 berbunyi : Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan berita, tulisan, atau gambar yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara.

Pasal 3 berbunyi : Wartawan Indonesia tidak menyiarkan berita, tulisan, atau gambar yang menyesatkan, memutarbalikkan fakta, bersifat fitnah, cabul, sadis, dan sensasi berlebihan.

2. Kode Etik Jurnalistik dalam Masyarakat Demokrasi di Indonesia
Kode etik jurnalistik disebutkan dalam Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers pasal 7 ayat (2) : yang berbunyi “Wartawan memiliki dan mentaati kode etik jurnalistik. Beberapa contoh kode etik jurnalistik sebagai berikut:
 a. Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia (PWI)
Pasal 1
Wartawan Indonesia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat kepada UUD negara, bersifat ksatria, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dan lingkungannya, mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara, serta terpercaya dalam mengemban profesinya.
Pasal 2 .
Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggungjawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya berita, tulisan, atau gambar yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menjunjung perasaan agama, kepercayaan. atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh UU.
Pasal 3
Wartawan Indonesia tidak menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang menyesatkan, memutarbalikkan fakta, bersifat fitnah, cabul, sadis, dan sensasi berlebihan,
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak menerima imbalan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan berita, tulisan, atau gambar yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang atau sesuatu pihak.
Pasal 5
Wartawan Indonesia menyajikan data secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dan kecepatan, serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini sendiri.
Pasal 6
Wartawan Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan berita, tulisan, atau gambar yang merugikan nama baik atau perasaan susila seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.
Pasal 7
Wartawan Indonesia dalam memberitakan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum dan atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang.
Pasal 8
Wartawan Indonesia memberitakan kejahatan susila dengan tidak menyebut nama dan identitas korban. Penyebutan nama dan identitas pelaku kejahatan yang masih dibawah umur, dilarang.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menulis judul yang mencerminkan isi berita.
Pasal 10
Wartawan Indonesia menempuh cara yang sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan berita, gambar, atau tulisan, dan selalu menyatakan identitasnya kepada sumber berita.
Pasal 11
Wartawan Indonesia dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak akurat dan memberi kesempatan hak jawab secara proporsional kepada sumber dan atau objek berita.
Asal 12
Wartawan Indonesia meneliti kebenaran bahan berita dan memerhatikan kredibilitasdan kompetensi sumber berita.
Pasal 13
Wartawan Indonesia tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip berita, tulisan,atau gambar tanpa menyebut sumbernya.

Pasal 14
Wartawan Indonesia harus menyebut sumber berita, kecuali atas permintaan yang bersangkutan untuk tidak disebut nama dan identitasnya sepanjang menyangkut fakta dan data, bukan opini. Apabila nama dan identitas sumber berita tidak disebutkan, segala tanggung jawab ada pada wartawan yang bersangkutan.
Pasal 15
Wartawan Indonesia menghadapi ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan berita, serta atas kesepakatan dengan sumber berita tidak menyiarkan keterangan off the record.
Pasal l6
Wartawan Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa penataan Kode Etik Jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani masing-masing.
Pasal 17
Wartawan Indonesia mengakui bahwa pengawasan dan penaraan sanksi pelanggaran KEJ ini adalah sepenuhnya hak organisasi dan PWI dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan PWI. Tidak satu pihak pusat di luar PWI yang dapat mengambil tindakan terhadap Wartawan Indonesia dan atau medianya berdasarkan pasal-pasal dalam KEJ ini.

b. Kode Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
1) Jurnalis menghormati hak masyarakat  untuk memperoleh  informasi  yang benar.
2) Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebehasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
3) Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
4) Jurnalis melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernnya
5) Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
6) Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
7) Jurnalis menghormati hak narasumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo
8) Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
9) Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
10)Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku,  ras,  bangsa, politik,  cacat/sakit jasmani,  cacar/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya

C.Evaluasi Kebebasan Pers dan Dampak Penyalahgunaan KebebasanMediaMassa 
1. Evaluasi Kebebasan Pers
Menteri Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia memberikan sambutan pada Kongres Komite Wartawan Reformasi Indonesia yang dilaksanakan di Monumen Pers Surakarta 23 Agustus 2006. Isi sambutan tersebut merupakan evaluasi tentang kebebasan pers dan dampak kebebasan media massa. Reformasi yang bergulir di tahun 1998 menjadi harapan seluruh bangsa Indonesia untuk memasuki suatu kehidupan yang lebih baik yaitu era pembaharuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Seiring dengan itu, bangsa Indonesia mulai menata sistem penyelenggaraan negara dan memantapkan jalannya pelaksanaan demokrasi yang ditopang dengan kebebasan pers melalui Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam perjalanannya perubahan itu ternyata belum sepenuhnya mampu menjawab harapan. Disana-sini masih banyak ditemui hambatan dan rintangan yang menunjukkan bahwa bangsa kita belum sepenuhnya siap untuk melakukan perubahan dan ke arah mana perubahan ini akan dibawa. Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa semangat perubahan yang terjadi nampaknya lebih bersifat emosional daripada pertimbangan-pertimbangan rasionalitas.

2. Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media Massa
Era globalisasi dengan kemajuan alat  komunikasi, terutama kemajuan dibidang media  elektronika misalnya internet, faksimile, handphone, televisi, radio, tape recorder, mempunyai dampak positif membawa kemajuan dan kesejahteraan suatu bangsa, selain juga dapat berdampak negatif membawa ke dunia kemaksiatan, misalnya narkotika, adensi moral, kekerasan, dan memecah keutuhan bangsa dan negara. Pengaruh media massa kepada masyarakat, sangat kuat hal ini karena cepatnya alur informasi yang sampai ada masyarakat. Untuk itu, hendaknya media massa pandai-pandai menggunakan kebebasan yang telah dimiliki. Dampak penyalahgunaan kebebasan media massa, antara lain:
a. menimbulkan keguncangan dalam masyarakat. Jika tidak segera ditanggulangi, maka dapat menimbulkan disintegrasi bangsa;
b. menimbulkan bahaya bagi keselamatan bangsa dan negara;
c. kritik yang tidak sesuai fakta, sensasional, dan tidak bertanggungjawab akan menimbulkan fitnah


BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan
Kebebasan pers yang sedang kita nikmati sekarang memunculkan hal-hal yang sebelumnya tidak diperkirakan. Suara-suara dari pihak pemerintah misalnya, telah menanggapinya dengan bahasanya yang khas; kebebasana pers di Indoesia telah kebablasan! Sementara dari pihak masyarakat, muncul pula reaksi yang lebih konkret bersifat fisik.

Barangakali, kebebasana pers di Indonesia telah mengahasilkan berbagai ekses. Dan hal itu makin menggejala tampaknya karena iklim kebebasan tersebut tidak dengan sigap diiringi dengan kelengakapan hukumnya. Bahwa kebebasan pers akan memunculkan kebablasan, itu sebenarnya merupakan sebuah konsekuensi yang wajar. Yang kemudian harus diantisipasi adalah bagaimana agar kebablasan tersbeut tidak kemudian diterima sebagai kewajaran.

2 comments :

  1. Artikel yg menarik, tp apakah ada 'pengetahuan' yg bebas nilai. 'Lam kenal ya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih, 'pengetahuan' bebas nilai itu ada, tapi dalam kajian filsafat. jika diterapkan dalam kajian jurnalistik, dikhawatirkan unsur 'bebas nilai' ini malah membuat para pelaku jurnalistik mengenyampingkan nilai2 pada kode etik jurnalistik, dampaknya pelaku jurnalistik akan memberikan informasi secara 'membabi buta'. hal ini terlalu riskan saya rasa. jadi dalam jurnalistik, pengetahuannya boleh saja bebas nilai, tetapi pada praktiknya tetap mengedepankan kode etik jurnalistik, mohon maaf jika jawaban saya tidak mengena, saya jg masih harus banyak belajar lagi,

      salam kenal juga ^_^

      Delete