Blog Berbagi Informasi

Wednesday, 12 March 2014

TUGAS MATA KULIAH EPISTEMOLOGI ISLAM

No comments :


TUGAS MATA KULIAH EPISTEMOLOGI ISLAM
Siti Jamilah
KPI VII

1.      Akal secara etimologi, akal berasal dari bahasa arab al ‘aql mashdar dari kata ‘aqola – ya’qilu – ‘aqlan yang memiliki makna faham (tahu, mengerti) dan memikirkan (menimbang).
Akal secara terminology, berarti kemampuan untuk mengetahui sesuatu, memilah dan memilih antara kebaikan dan keburukan, benar dan salah yang niscaya juga dapat digunakan untuk mengetahui hal-ihwal yang mengakibatkannya dan sarana-sarana yang dapat mencegah terjadinya.


Wahyu secara etimologi, isyarat (tersembunyi dan cepat).
Wahyu secara epistemology, berarti isyarat yang cepat dan tersembunyi yang dimasukkan ke dalam hati seseorang.

2.      Pada dasarnya konteks kebenaran wahyu maupun akal tidak saling bertentangan, namun karena akal dimiliki oleh manusia yang memiliki hawa nafsu maka konteks kebenaran yang terlahir dari akal bersifat relative dan bisa saja progresif (berubah-ubah), sedangkan konteks kebenaran dalam wahyu bersifat mutlak dan tidak terpengaruh oleh waktu.

3.      Wahyu tidak hanya untuk Nabi dan Rosul, sebab dalam penjelasannya, wahyu itu sendiri adalah perkataan Allah, dan Allah berbicara dengan 3 cara:

  • Allah berfirman langsung tanpa perantara 
  • Allah membuat yang dikehendaki-Nya menyaksikan pandangan gaib (kasyaf) dalam keadaan tidur, yang dapat ditakwilkan atau tidak atau kadang-kadang membuat mereka mendengar kata-kata dalam keadaan terjaga dan sadar tanpa melihat wujud yang berbicara (ilham). 
  • Allah mengutus seorang Rosul atau malaikat yang menyampaikan.

Dalam hal ini jelas bahwa wahyu juga diperuntukkan kita semua manusia, tapi Allah menyampaikannya dengan cara yang berbeda, yakni dengan berbicara tanpa langsung melalui Nabi dan Rosul sedangkan melalui al Qur’an yang sudah dibukukan dan hadist-hadist Rosul bagi umat yang tidak se-zaman dengan para Rosul dan Nabi.

4.      Akal hanya diciptakan hanya untuk manusia, sebab Allah meninggikan derajat manusia dengan akalnya (diriwayatkan dari Ibn Abbas, tafsir al Baghwi : 5/108). Dan dalam al Qur’an “Dan sesungguhnya kami telah memuliakan anak Adam” (QS. Al Isra’ : 70).

5.      Tentu saja wahyu dan akal saling membutuhkan, wahyu memiliki ketentuan-ketentuan syar’I yang bersifat mutlak, hal ini akan sulit dilaksanakan tanpa adanya pemahaman dari akal itu sendiri. Akal yang menarik manusia untuk selalu ingin tahu dan bersifat progresif serta relatif harus dilandasi oleh dalil-dalil dari wahyu agar tidak bersifat frontal dan membabi buta sehingga tercipta keseimbangan dalam kehidupan antara wahyu dan akal.

6.      Pencarian kebenaran yang dilakukan oleh Nabi dan Rosul tetap menggunakan akal yang diberikan oleh Allah namun pencarian itu dilandasi dan berdasarkan wahyu yang diturunkan oleh Allah.

7.      Wahyu yang mendahului akal sebab wahyu adalah kalam Allah Yang Maha Tahu, akal adalah instrument untuk menafsirkan atau mengartikan wahyu tersebut sehingga bisa difahami.

8.      Wahyu diturunkan oleh Allah sebagai pedoman bagi kehidupan manusia dalam segala aspek dan akal adalah anugerah yang Allah berikan sebagai alat untuk berfikir, sehingga cara memfungsikan keduanya adalah dengan menjadikan wahyu sebagai landasan dan pedoman dalam berfikir yang di implikasikan dalam kehidupan nantinya dan menempatkan akal sebagai instrument untuk mengartikan setiap nash dalam wahyu sehingga dapat di aplikasikan dalam kehidupan.

No comments :

Post a Comment