Blog Berbagi Informasi

Sunday, 6 April 2014

Catatan Kevin Carter

3 comments :
NERAKA DUNIA SUDAN
Sudan Famine, Kevin Carter
Banyak dari kita mungkin sudah familiar dengan foto diatas. Siapa pun yang melihatnya pasti akan terenyuh, merasa iba, sedih, cemas, takut dan perasaan lainnya yang ikut berkecamuk dalam hati. Serta berbagai macam pertanyaan muncul bertubi-tubi menghantam kepala. Anda merasakannya? saya pun juga begitu. Ini adalah sebuah foto yang sangat fenomenal dan sempat mengundang kontroversi dalam dunia jurnalistik & fotografi. Ya, foto yang dengan gambaran kengeriannya mendapatkan sebuah penghargaan.


Semua berawal ketika dosen saya menjelaskan tentang peran fotografi dalam surat kabar beberapa waktu yang lalu, kemudian ditengah-tengah penjelasan beliau menyinggung tentang foto seorang anak kelaparan yang ditunggui oleh burung pemakan bangkai yang menantikan dengan setia kematiannya. Setelah itu fotografer tersebut bunuh diri. Namun beliau tidak menyebutkan siapa fotografer tersebut. Di dalam kelas, saya bermain dengan ingatan bahwa saya pernah melihat foto tersebut. Foto yang membuat saya merinding dan melekat amat kuat dalam ingatan. Dengan segenap rasa penasaran saya mencari-cari data yang berkaitan dengan foto tersebut, maka kini saya sajikan dalam sebuah tulisan sederhana.

Kevin Carter
Kevin Carter adalah seorang fotografer asal Afrika Selatan. Jurnalis foto tersebut lahir pada 13 September 1960. Dia memulai karirnya pada tahun 1983 sebagai fotografer spesialis olahraga. Lalu berpindah ke Johannesburg dengan tekad akan mengekspose kebrutalan kaum apartheid (penguasa kulit putih) yang pada saat itu menganak tirikan golongan kulit hitam. Carter adalah fotografer pertama yang berhasil mengabadikan "Necklacing", sebuah proses penghukuman bagi orang kulit hitam yang tertuduh melakukan kesalahan fatal. Eksekusi ini dilakukan dengan cara mengalungkan ban mobil bekas yang telah dilumuri bensin di lehernya kemudian dilemparkan pemantik api, korek api atau bara api. Proses ini berjalan kurang lebih 20 menit hingga kobaran api dan orang tersebut mati. Bisa dibayangkan bagaimana tersiksanya bukan?

Suatu siang yang terik di musim kemarau panjang, Carter melakukan sebuah perjalanan di Sudan menuju sebuah desa bernama Ayod. Sebuah pemandangan langka menghentikan tatapan matanya yang sejak tadi melihat sekeliling. Seorang gadis kecil tengah melangkah kepayahan menuju dapur umum disitu, karena lelah dan tak bertenaga ia terhuyung lalu tersungkur ke tanah. Tak lama kemudian seekor burung pemakan bangkai mendarat tepat dibelakang, tak jauh dari tubuh tak berdaya itu. Carter tertegun sejenak dan naluri fotografernya pun bangkit, kemudian ia membidikkan kameranya. Setelah itu ia mengusir burung tersebut dan membawa gadis kecil itu segera ke dapur umum untuk diberi makan. Lalu tak pernah ada yang tahu bagaimana kondisi gadis kecil itu. Foto tersebut kemudian di jual ke surat kabar ternama di Amerika "The New York Times" yang diterbitkan pada 26 Maret 1993. Malam setelah hari penerbitan itu banyak orang menelepon ke kantor redaksi untuk menanyakan bagaimana kondisi anak tersebut dan juga kecaman-kecaman publik terhadap tindakan Carter yang dianggap telah membiarkan anak kecil tersebut ditunggui burung pemakan bangkai, bukan segera menyelamatkannya. Edisi berikutnya disertakan pula keterangan Carter tentang apa yang terjadi sebenarnya dan apa yang dia lakukan setelah memotret. Setahun setelah penerbitan foto tersebut, tepatnya 2 April 1994 Carter mendapatkan telepon dari Nancy Buirski seorang editor foto asing di New York Times. Dia memberi kabar bahwa fotonya dengan judul "Sudan Famine" mendapatkan penghargaan tinggi dalam dunia jurnalisme foto, nobel photograpy "Pulitzer Prize Feature Photography 1994".
Africa Necklacking, Kevin Carter
Pada tanggal 27 Juli 1994 Carter melakukan perjalanan dengan mobilnya ke sungai Braamfontein, tempat bermainnya semasa kecil. Kemudian dia mengakhiri hidupnya dengan cara sengaja mengalirkan asap knalpot kedalam mobilnya sendiri yang pintu dan jendelanya tertutup rapat. Setelah itu dokter mengatakan bahwa Carter meninggal karena keracunan zat Karbonmonoksida yang terkandung dalam asap knalpot. Selain itu polisi yang mengevakuasi jenazahnya menemukan secarik kertas dengan tulisan tangannya:

"I am depressed ... without phone ... money for rent ... money for child support ... money for debts ... money!!! ... I am haunted by the vivid memories of killings and corpses and anger and pain ... of starving or wounded children, of trigger-happy madmen, often police, of killer executioners ... I have gone to join Ken, if I am that lucky"

Ken yang dimaksud adalah rekan seprofesinya yang meninggal 3 bulan sebelumnya, Ken Oosterbroek yang meninggal dalam sebuah insiden saat melaksanakan tugasnya sebagai seorang jurnalis fotografer.

Berikut ini karya Kevin Carter dan rekan-rekan seprofesinya dalam perjalanan di Sudan
Gowon Starvation 4 years Old, Achebe
Reuters, Anonim
Soudan, Kevin Carter
Sudan2, James Nachtwey
Starvation, Anonim
Famine Relief, Anonim
Photo, Kevin Carter
During The Rwandan Genocide of 1994, Kevin Carter
Anonim, Kevin Carter
Famine, Don Melvin
Starving boy, Anonim
Saat ini Sudan sudah mulai belajar bangkit. Sejak tahun 1990 tingkat pendidikan mereka diwajibkan menjadi 6 + 3 + 3 (seperti halnya di Indonesia). Bahasa pengantar dunia pendidikan mereka seluruhnya bahasa Arab. Ironisnya hanya sekitar 20% anak-anak Sudan yang mengenyam pendidikan perguruan tinggi dan Hampir 53% penduduk diatas usia 15 tahun disana buta huruf. Sudan memiliki ladang minyak bumi. Berita terakhir yang saya dapat bahkan pemerintah Sudan Selatan dianggap telah meledakkan bom diladang minyak, hingga akhirnya Obama turun sebagai penengah dari konflik internal Sudan tersebut (BBC, 22/4/12). Entahlah, apa iya terjadi konflik atau memang ada pihak yang mengadu domba mereka?

Saya sedikit kesulitan mencari informasi tentang tingkat perekonomian & kesehatan warga negara Sudan. Padahal kesejahteraan masyarakat bisa dilihat dari 3 hal pokok yakni Pendidikan, perekonomian dan kesehatan.

Semoga penderitaan saudara kita di Sudan cepat berakhir, tidak ada lagi apartheid, tidak ada lagi konflik, adu domba, kelaparan, dan semoga hal seperti ini tidak terjadi di tanah air kita tentunya...

NB: diambil dari berbagai sumber
 *Sebuah catatan lama

-@MieL-

3 comments :