Blog Berbagi Informasi

Tuesday, 31 December 2013

Tugas Makalah Mata Kuliah Ilmu Tauhid – Ilmu Kalam

No comments :

MANUSIA, KODRAT DAN KEDUDUKANNYA

BAB I

PENDAHULUAN



A.   Manusia
Dalam Al-Qur'an banyak penjelasan mengenai arti manusia dengan membedakan konsep manusia dalam berbagai macam bentuk kata, yakni:
·         Al – Insan, sinonim kata al-ins dan an-nas, merujuk kepada eksistensi manusia sebagai pribadi yang utuh dan makhluk yang layak menjadi khalifah untuk memikul beban taklif (tugas keagamaan). Kata al-Ins, terambil dari kata uns, yang berarti jinak, harmonis, dan tampak. Kata ini, sering menunjuk pada dengan seluruh totalitasnya, yaitu jiwa dan raga. Manusia memiliki tingkat kecerdasan, fisik, maupun mental dengan yang lainnya. Sementara al-Nas, lebih menunjuk pada posisi manusia sebagai mahkluk sosial. (QS. Al-Nisa’ : 1).
Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

·         Al – Basyar, merujuk kepada makhluk fisik keturunan Adam as yang makan minum dan hidup dan bergerak. Kata al-Basyar, pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar yang sama lahir kata Basyarah, yang berarti kulit. Hal ini menjelaskan bahwa manusia memilki kulit yang tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang lainnya, yang cenderung memiliki perbedaan antara satu dengan yang lain. Kata al-Basyar ini, menunjuk pada dimensi lahiriyah manusia. Disisi lain kata al-Basyar, juga mengisaratkan tentang proses kejadian manusia yang melalui beberapa tahap, hingga mencapai kedewasaan. (QS. Al-Rum : 20).
Artinya: . “dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, (Allah) menciptakan kamu dari tanah, kemudian ketika kamu menjadi basyar, kamu bertebaran”

Bertebaran disini, bisa diartikan sebagai mahkluk yang berkembang biak akibat hubungan seks atau bertebaran mencari rizki. Kedua hal ini tidak dilakukan oleh manusia, kecuali karena ia memiliki kedewasaan dan bertanggungjawab. Tidak heran, ketika Maryam merasa keheranan karena ia mengandung tanpa menikah, ia menggunakan kata basyar.

·         Bani Adam, menunjukkan keturunan Adam dalam sisi histories, yakni anak keturunan Nabi Adam As.
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آَدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Artinya: “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.” (QS. Al Isra :70)
Ketiga bentuk kata itu memiliki makna hakekat yang mendalam dalam hubungannya dengan eksistensi manusia di bumi ini.


BAB II

PEMBAHASAN


1.     Kodrat Manusia
Manusia pada hakekatnya adalah abdi Tuhan yang hidupnya semata-mata hanya untuk beribadat kepada Robnya. Hal ini secara kodrat harus kita akui sekaligus kita aplikasikan dengan penuh keikhlasan dan konsisten. Firman Allah swt dalam surat az-Zariyat : 56
Artinya: "Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia itu melainkan supaya mereka menyembah-Ku"

Firman Allah tersebut mengandung indikasi bahwasannya eksistensi manusia diciptakan Allah di muka bumi ini adalah sebagai abdi-Nya semata. Hal ini, dapat dilihat dari kata "liya'buduni" (supaya mereka menyembah-Ku). Atau dalam surat Al Fatihah ayat 5
Artinya: "Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu-lah kami memohon pertolongan".

Dari kedua ayat tersebut, jelas bahwa sebenarnya hal ini mengandung dua aspek, yakni pihak yang mnyembah dan pihak yang disembah yakni Allah Swt. Firman Allah Swt dalam ayat 56 surat az-Zariyat tersebut, mengandung dua makna mendalam, yaitu: pertama: makna takwin (penciptaan) manusia sebagai hamba. Kedua: taklif (pembebanan tanggungjawab) manusia sebagai ciptaan Tuhan.
Kedua kandungan makna tersebut tidaklah bertentangan bahkan dapat disatukan, yakni bahwa manusia itu diciptakan dengan kodrat sebagai hamba atau makhluk yang tunduk kepada Allah, sekaligus dibebani tanggung jawab sebagai manifestasi ketundukannya kepada Tuhan.

Al-Raghib membedakan hamba menjadi empat bentuk, yakni:
·         Hamba karena hukum, yakni budak-budak atau hamba sahaya.
·         Hamba karena penciptaan, yakni manusia dan seluruh makhluk ciptaan Tuhan.
·         Hamba karena penganbdian kepada Allah.
·         Hamba karena memburu dunia dan kesenangannya seperti yang disebutkan

Manusia diciptakan Allah dengan kodrat ketergantungan kepada rububiah-Nya. Kodrat fisik dan psikis yang paling baik dibanding dengan makhluk lainnya dan dengan
tujuan hidup yang bersifat ubudiah. Ketergantungan manusia kepada rububiahnya
mengandung makna bahwa manusia tidak dapat hidup dengan aman dan sejahtera
melainkan dengan (hukum-hukum Allah).
Jadi, kodrat manusia di bumi ini adalah untuk beribadat hanya kepada Allah Swt. Oleh karena itu, kita tidak diperbolehkan untuk beribadah kepada selain Allah, karena hal itu sudah keluar dari fungsi ubudiyah yang kita sandang sebagai abdi Tuhan. Dengan demikian dapat dikatakan dalam kodratnya manusia melaksanakan hubungannya secara vertical dengan Allah, yakni dikenal dengan hablum minallah.
a.       Sifat-sifat Kodrati Manusia
Sifat kodrati manusia dapat ditelusuri dari ayat al Qur’an dengan petunjuk kata khalaqa yang bermakna penciptaan jasmani dan rohani. Adapun sifat kodrati manusia tersebut menggambarkan sifat ketergantunga manusia. Seperti dalam Q.S. al ‘Alaq ayat 2.
Artinya: “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”.

Selanjutnya adalah sifat keutamaan manusia yang tergambar dalam Q.S. At Tiin ayat 4.
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.

2.     Kedudukan Manusia
Eksistensi manusia sebagai kalifah artinya bahwa manusia adalah sebagai makhluk pemimpin, pengelola dan penegak hukum Allah di bumi ini. Firman Allah swt QS. Fathir:39
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barang siapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.”

Disamping sebagai khalifah manusia juga mempunyai fungsi sebagai ta'mir (pembangun) bumi ini. Firman Allah swt QS. Hud: 61
Artinya: Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Saleh. Saleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya.  Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).”

Dalam kedudukannya manusia sebagai khalifah dan pembangun telah diketahui bahwa manusia mempunyai tugas menegakkan hukum-hukum Allah dan melakukan aktivitas pembangunan (amal shaleh). Maka, kedua tugas ini pada hakekatnya adalah
fungsi manusia sehingga dapat dikatakan bahwa keduanya merupakan perwujudan
ibadah dalam arti luas.
Kedudukan manusia ini jelaslah menggambarkan hubungan secara horizontal yakni manusia dengan sesama makhluk Allah, yang dikenal dengan hablum minannas. Dalam hal ini, manusia tidak dapat melepaskan dirinya dari lingkungan hidup, baik masyarakat maupun alam fisik lingkungannya. Dengan demikian manusia merupakan makhluk sosial (zoon politicon).


BAB III

PENUTUP


3.     Kesimpulan
Pada akhirnya dapat kita ketahui kodrat dan kedudukan manusia. Manusia kodratnya sebagai abdi Allah atau hamba Allah yang wajib beribadah kepada Allah semata. Disamping itu kedudukan manusia didunia ini adalah sebagai khalifah yang memiliki fungsi sebagai pemimpin dan pembangun (ta’mir). Kodrat dan kedudukan manusia ini menggambarkan hubungan vertical dan hubungan horizontal manusia, yakni hablum minallah dan hablum minannas.
Agar manusia tetap selaras dengan kodrat kejadiannya dan terpelihara dari
kehidupan duniawi itu, maka Allah menurunkan ajaran Islam yang dibawa Rasulullah Saw, untuk menata kehidupan manusia berdasarkan syari'at Islam. Manusia diperintahkan untuk beribadat dalam arti menegakkan hukum-hukum Allah dalam aktivitasnya memakmurkan bumi. Di sinilah manusia itu disebut juga sebagai makhluk agamis. Hidup dengan menegakkan hukum agama dalam kehidupan dan tatanan masyarakat adalah merupakan kehidupan yang sesuai dengan fitrah manusia sebagai al-insan.
Praktek pengabdian terhadap Allah tersebut harus terapliaksi dengan penuh keikhlasan dan konsisten, sekalipun banyak godaan dan cobaan yang dihadapi. Kemudian, fungsi ubudiah yang dimiliki manusia sejalan dengan fungsi kekhalifahannya di bumi ini. Karena pada hakekatnya kekhalifahan manusia itu tetap berorientasi pada makna ibadah dalam arti yang luas.



DAFTAR PUSTAKA


Rasyid, Daud. 1998. Islam Dalam Berbagai Dimensi. Jakarta : Gema Insani Press.
Feisal, Jusuf Amir. 1995. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta : Gema Insani Press.
Imarah, Muahammad. 1999. Islam dan Keamanan Sosial. Jakarta : Gema Insani Press.
Salim, Abdul Muin. 2002. Fiqih Siyasah, Konsepsi Politik Dalam Al Qur’an. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

No comments :

Post a Comment